TANGGAMUS — Tudingan soal penyebarluasan berita bohong alias hoax yang dialamatkan kepada awak media Progresifnews dianggap terlalu tendesius dan terkesan membatasi ruang gerak seorang jurnalis dalam menyampaikan pendapat maupun pikiran terkait pelaksanaan hajat demokrasi di Kabupaten Tanggamus. Apalagi kalau berita yang terbit berdasarkan fakta tapi dianggap merugikan salah satu pasangan calon, langsung saja disebut hoax dengan embel-embel pencemaran nama baik.
Demikian disampaikan seorang jurnalis ‘karbitan’ bernama Chaidir, menanggapi tudingan berita hoax dan pencemaran nama baik pasangan calon bupati dan wakil bupati Tanggamus nomor urut 02 Shaleh Asnawi-Agus Suranto.
“Dasar pembuatan berita itu adalah sebuah video yang tersebar melalui whattsapp, dan dengan dasar tersebut sudah cukup untuk seorang jurnalis menerbitkan sebuah pemberitaan,” ujar Chaidir.
Chaidir sendiri tidak mempersoalkan masalah keberatan yang timbul akibat terbitnya sebuah pemberitaan, sebab hal tersebut merupakan bagian dari dinamika dunia jurnalistik utamanya dalam alam demokrasi seperti di Indonesia.
Namun yang sangat disayangkan, diteruskan Chaidir, jika keberatan yang timbul itu dibarengi dengan beragam ujaran yang terkesan merendahkan, apalagi sampai membawa embel-embel merusak citra jurnalis dan menyebut tidak professional atau tidak berkompeten.
“Jadi kalau sifat pemberitaannya kontra, wartawannya langsung disebut tidak professional dan tidak kompeten. Padahal ukuran kompetensi seorang wartawan tidak seperti itu karena sifatnya abstrak,” tambahnya.
Terkait dengan ketentuan konfirmasi yang harus dilakukan, Chaidir, mengungkapkan jika setiap perusahaan media memiliki prosedur perusahaan masing-masing tentang kecepatan dan ketepatan dalam penerbitan sebuah berita.
“Iya kalau narasumber yang akan dikonfirmasi selalu siap siaga 24 jam. Kalau tidak maka bagaimana. Apakah terbit atau tidaknya sebuah berita harus menunggu persetujuan dari pihak objek pemberitaan? Kalau begitu sifatnya tentu akan menyusahkan kinerja wartawan di lapangan,” tandasnya.
Menurut Chaidir, sebelum menuding sebuah pemberitaan tersebut hoax atau tidak, subjek berita harus juga melakukan analisa soal objek pemberitaan. “Buktikan dulu isi vedo yang beredar itu hoax atau tidak. Jangan serta-merta menuding wartawannya. Kan rasanya kurang adil juga kalo begitu. Apalagi tuduhan pencemaran nama baik, ya harus dibuktikan dulu nama yang keberatan itu betul-betul baik,” tanadasnya. (Redaksi)