(ProgresifNews.com) LAMPUNG—Petani Kota Baru tak diam, setelah lahan kebun singkongnya digusur Pemprov Lampung. Didampingi LBH Bandar Lampung, mereka laporkan Pemprov ke Polda Lampung, Rabu 20 Maret 2024. “(Hanya) Satu kata, lawan!” kata pengacara rakyat Wahrul Fauzi Silalahi mengutip sajak Wiji Thukul saat diminta komentarnya soal nasib petani Kota Baru, Rabu 20 Maret 2024 sore.
Wahrul Fauzi Silalahi menyebut Pemprov Lampung arogan dan tidak manusiawi. Karena, kata politisi Gerindra yang lolos Pileg 2024 ini, Pemprov telah menggusur lahan garapan petani seluas 2 hektar yang ditanami singkong menggunakan traktor bajak.
“Beginilah potret Pemerintah Provinsi Lampung saat ini, arogan dan tidak manusiawi, main gusur-gusur saja!” ucap Wahrul.
Anggota DPRD Provinsi Lampung 2024-2029 mendatang ini kembali menegaskan, warga yang singkongnya digusur sangat merugi karena mereka menanamnya dengan biaya.
“Untuk itu, saya minta kepada Komisi III DPR RI untuk memerintahkan Polda Lampung dan menjadi atensi khusus agar bisa mengawal dan menangkap aktor serta pelaku yang merusak dan menggusur lahan garapan petani tersebut,” ujar Wahrul. Sebelumnya diberitakan, jangan coba mengusik ketenangan petani, di tangannya kebutuhan masyarakat banyak.
Kalau terusik, ini jadinya, mereka bersatu. Lembaga Bantuan Hukum Bandar Lampung mendampingi Petani Kota Baru melaporkan Pemerintahan Provinsi Lampung ke Polda, Rabu, 20 Maret 2024 siang.
Pemprov Lampung dilaporkan atas dugaan tindak pidana pengrusakan secara bersama-sama sesuai dengan Pasal 406 jo 170 KUHP.
Laporan Polisinya Bernomor STTPL/B/120/III/2024/SPKT/POLDA LAMPUNG.
Direktur LBH Bandar Lampung Sumaindra Jawardi mengatakan, laporan tersebut didasari pada tindakan yang dilakukan oleh Pemprov Lampung melalui BPKAD Provinsi yang menggusur lahan garapan petani seluas 2 hektare yang ditanami singkong menggunakan traktor bajak.
Dugaan motif penggusuran tanam tumbuh lahan yang digarap Tini diduga karena Tini merupakan aktor yang paling aktif dan vokal dalam memperjuangkan konflik lahan bersama warga di Desa Sindang Anom,” kata Sumaindra. Sumaindra menjelaskan, petani penggarap Kota Baru tidak semerta-merta menggarap di lahan tersebut. Mereka merupakan penggarap turun-temurun sejak tahun 1950-an.
Masih kata Sumaindra, penggarap yang mayoritas berasal dari 3 desa sekitar Kota Baru sudah melakukan penggarapan sejak tanah tersebut masih berstatus kawasan hutan register 40 Gedong Wani yang ditukar guling (ruilslag) oleh Pemerintah Provinsi Lampung era Gubernur Sjachroedin ZP yang dimohonkan melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Lahan tersebut kemudian ditetapkan sebagai wilayah yang akan dibangun ibu kota baru dari Provinsi Lampung sejak tahun 2011 lalu. “Akibat proyek tersebut mangkrak, lahannya disewakan Rp3 juta per hektar per tahun,” kata ketua LBH itu. Sementara Kabid Pengelolaan Aset BPKAD Lampung Meidiyandra Eka Putra mengatakan, pihaknya bukan menggusur, melainkan melakukan penertiban lahan milik Pemprov yang masih diduduki petani.